Purwakarta,– Komunitas Madani Purwakarta (KMP) menyoroti narasi “pembayaran hutang Dana Bagi Hasil Pajak (DBHP)” yang disampaikan oleh Pemerintah Daerah Purwakarta periode 2019–2023 dan 2025–2029. Ketua KMP, Kang ZA, menilai narasi ini sebagai bentuk rekayasa administratif yang menyesatkan publik dan digunakan untuk menutupi dugaan perbuatan melawan hukum atas tidak disalurkannya DBHP kepada desa pada tahun anggaran 2016–2018.
Ir. Zaenal Abidin, MP, Ketua KMP, menjelaskan bahwa hasil Legal Brief KMP menunjukkan kebijakan penundaan DBHP dilakukan tanpa dasar hukum yang sah dan melanggar asas tahunan (annuality) dalam Pasal 11 ayat (3) UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. “Narasi ‘hutang DBHP’ bukan kebijakan fiskal, melainkan rekayasa administratif yang menutupi pelanggaran hukum. Tindakan itu berpotensi masuk dalam konstruksi Pasal 55 KUHP jo Pasal 15 UU Tipikor,” tegas Zaenal.
Fakta RDPU: Tidak Ada Dasar Hukum Penundaan DBHP
Dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) bersama DPRD Purwakarta pada 29 Agustus 2025, KMP mengungkap tiga fakta penting:
Tidak terjadi kondisi luar biasa (force majeure atau krisis fiskal) pada 2016–2018.
DPRD tidak pernah memberi izin menunda atau mengalihkan DBHP.
Tidak ada perubahan APBD (P-APBD) sebagaimana diatur dalam UU Keuangan Negara.
KMP juga menelusuri bahwa tidak ditemukan SILPA DBHP dalam Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) yang diaudit BPK RI, serta tidak ada data akuntansi sah mengenai sumber dana “pembayaran hutang DBHP”.
KMP Mendesak Audit Investigatif dan Penegakan Hukum
KMP menilai penundaan dan manipulasi DBHP melanggar sejumlah aturan, termasuk Pasal 11 ayat (3) UU 17/2003, Pasal 300 ayat (3) UU 23/2014, dan Pasal 160 ayat (2) PP 12/2019. Oleh karena itu, KMP mendesak:
- BPK dan BPKP melakukan audit investigatif DBHP 2016–2018 dan klaim “hutang DBHP”.
- Kemenkeu dan Kemendagri memberikan klarifikasi formal soal izin penundaan.
- Aparat penegak hukum membuka penyelidikan dugaan penyalahgunaan wewenang dan korupsi struktural.
- PPID Pemkab Purwakarta segera membuka data sesuai surat KMP Nomor 0211/KMP/PWK/X/2025.
“DBHP adalah hak fiskal desa, bukan alat politik kekuasaan. KMP akan terus menuntut audit, transparansi, dan penegakan hukum yang berkeadilan,” pungkas Kang ZA.












Leave a Reply